Tafsiran mengenai Biji Sesawi dan Ragi

 MAKALAH

“Tafsir Perumpamaan Yesus, “Perumpamaan tentang Biji Sesawi dan Ragi (Matius 13:31-35)”



Oleh:

Alferdi (2020185751)

Kelas D Teologi



Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Toraja

2020

Latar Belakang

Pengajaran Yesus memang erat kaitannya dengan perumpamaan. Yesus selalu menyampaikan esensi dari pengajaran-Nya dengan sebuah analogi-analogi yang dijumpai langsung oleh Yesus dalam kehidupan orang Palestina pada waktu itu. Namun, perlu dipahami bahwa perumpamaan ini hanya terdapat di dalam Injil Sinoptik tidak di Injil Yohanes. Dalam pengajaran-Nya kali ini, Yesus mengambil sebuah analogi dari biji sesawi dan ragi. Hal ini merupakan kehidupan nyata yang Yesus jumpai dalam berbagai aspek kehidupan di Palestina.

Sebagian penafsir mengaitkan akan hal ini sebagai dua tanggung jawab yang masing-masing dipercayakan kepada manusia, di mana laki-laki bertugas sebagai penabur dan wanita mengaduk tepung dengan ragi. Memang jika dilihat secara sepintas, kontek di mana Yesus hidup pada waktu dikenal dengan pembagian tugas yang cukup ketat antara wanita dan laki-laki. Meskipun dalam teks ini tidak menyebutkan secara gamblang mengenai penabur itu tetapi hanya disebutkan sebagai seorang penabur yang menabur di ladangnya.

Penafsiran Teks

Konteks di mana Yesus mengajarkan akan perumpamaan-perumpamaan yang ia sampaikan pada waktu itu, masih sekaitan dengan perumpamaan-perumpamaan sebelumnya. Di mana hal-hal yang Yesus ambil sebagai analogi adalah kehidupan nyata orang Palestina di mana Yesus hidup. Bahkan Kistemaker mengatakan bahwa apa yang Yesus sampaikan erat kaitannya dengan aoa yang Ia lihat sewaktu Ia bertolak ke tepi danau.

Dalam usaha untu mengerti teks ini, maka akan dibagi dalam beberapa bagian (struktur) untuk memudahkan memahaminya. Adapun struktur teks ini ialah:

  1. Perumpamaan Yesus mengenai biji sesawi (ayat 31-32)
  2. Perumpamaan Yesus mengenai ragi (ayat 33)
  3. Penegasan mengenai perumpamaan-perumpaan yang disampaikan oleh Yesus (ayat 34-35)
  4. Perumpamaan Yesus mengenai biji sesawi (ayat 31-32)

Dalam menjelaskan mengenai Kerajaan Allah, Injil Matius lebih sering menggunakan istilah Kerajaan Sorga, dan menurut para ahli ada alasan tertentu Matius menggunakan istilah tersebut meskipun tidak menyebutkannya. Perumpamaan pertama yang disampaikan oleh Yesus mengenai Kerajaan Sorga ialah dari analogi biji sesawi. Dikatakan bahwa biji sesawi merupakan benih yang terkecil di antara semua benih, tetapi begitu ia tumbuh ia lebih besar dari tanaman lainnya. William mengatakan bahwa sesawi ini berbeda dengan apa yang kita kenal, sesawi di daerah Palestina jika bertumbuh akan menyerupai sebuah pohon dan mampu mencapai ketinggian 4 meter. Dalam perumpamaan ini Yesus mau meberikan sebuah gambaran tentang bagaimana Kerajaan Allah itu yang merupakan sentral dari pengajaran Yesus.

Yesus memilih biji sesawi di sinibukan tanpa sebab, tetapi yang Yesus mau tegaskan meskipun biji ini sangat kecil tetapi pada akhirnya ada sebuah dampak yang muncul. Perumpamaan ini mau menunjukkan bagaimana perluasan kerajaan yang sangat signifikan yang ditinjau dari pertumbuhan benih tersebut. Karena pada kenyataannya Kerajaan Allah itu dimulai dari orang-orang yang kurang berpendidikan dalam hal ini murid Yesus. Bahkan Brotosudormo mengatakan bahwa kebanyakan dari 12 murid Yesus itu adalah orang-orang golongan rendah yang tidak terpandang dalam masyarakat, seperti halnya Yesus yang hanya anak seorang tukang kayu. Tetapi meskipun mereka dari golongan terkecil sekalipun, tetapi mampu menyebarluaskan Kerajaan Allah.

Perluasan Gereja bahkan berdampak ke seluruh dunia melalui orang-orang yang dipilih oleh Allah. Yang Yesus mau tegaskan dari perumpamaan biji sesawi bahwa perluasan Kerajaan Allah tidak hanya terfokus pada orang-orang berpendidikan, tetapi itu tergantung dari pilihan Allah dalam memakai setiap manusia sekalipun dari golongan kecil. Ketika Injil Kerajaan Allah itu betul-betul diberitakan, akan mengalami perluasan yang cukup signifikan.

Perumpamaan Yesus mengenai ragi (ayat 33)

Perumpaan Yesus kemudian dilanjutkan dengan analogi ragi. Dalam kehidupan di Palestina ragi tidak dapat dipisahkan karena sebagai bahan utama pembuatan roti yang menjadi makanan pokok. Ragi memegang peran penting dalam mengkhamirkan adonan sehingga bisa mengembang dengan baik. Dan memang penjelasan Yesus mengenai ragi sangat jelas, di mana Dia mengatakan bahwa Kerajaan Sorga juga seumpama ragi yang diadukkan ke dalam tepung tiga sukat sampai khamir seluruhnya. Dan kebiasaan yang ada di mana ragi yang dicampurkan ke adonan itu hanya lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan tepung terigu.

Yesus memilih perumpamaan juga mengenai ragi karena pada esensi bahwa meskipun jumlahnya yang sedikit tetapi mampu membawa sebuah perubahan (mengkhamirkan adonan). Menurut Rainer bahwa ragi di sini mau menunjukkan perkembangan dan perluasan Kerajaan Allah yang mampu membawa perubahan ke dalam, yang semla dari hal-hal kecil tetapi penggenapannya sangat luar biasa. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa esensi dari kedua perumpamaan ini memiliki makna yang sama, yaitu mengenai Kerjaan Allah yang pada akhirnya memiliki ukuran yang besar meskipun mulanya kecil dan seolah-olah tidak berarti.

Penegasan mengenai perumpamaan-perumpaan yang disampaikan oleh Yesus (ayat 34-35)

Kata perumpamaan merupakan terjemahan dari bahasa Yunani: parabole. Kata yang berhubungan dengan parabole dalam bahasa Ibrani masal, yang mengandung beragam arti dasar: “Amsal”, “teka-teki”, dan perbandingan. Bentuk semacam itu dapat ditemui dalam PL. pada periode intertestamental, lebih dari 325 perumpamamaan telah diketahui berasal dari para nabi (rabbinic parbles) yang dikembangkan atas dasar bagian-bagian tertentu dari PL untuk mengaplikasikan Taurat. Dalam konteks helenisme, perumpamaan juga seringkali digunakan, yaitu untuk menunjang argumentasi filosofis.

Dalam ayat selanjutnya, ada sebuah kalimat yang menegaskan bahwa segala ajaran yang disampaikan oleh Yesus itu tidak Ia sampaikan tanpa melalaui perumpamaan. Perumpamaan-perumpamaan yang diceritakan oleh Yesus memang pada dasarnya sangat unik, dan terkadang berubah sesuai dengan konteks di mana Dia mengajar. Yesus mengajar menggunakan sebuah perumpamaan itu karena pada dasarnya sudah dinubuatkan terlebih dahulu oleh para nabi (Maz. 78:2), sehingga ajaran-Nya ini untuk menggenapi nubuatan tersebut. Dan dalam menyampaikan perumpamaan-Nya Yesus juga menuntut agar pendengar-Nya ataupun pembaca menempatkan perumpamaan itu sesuai dengan konteksnya.

Pembacaan sepintas Injil Perjanjian Baru sangat tegas dan memadai menunjukkan bahwa Yesus mengajar secara teratur dengan sarana perumpamaan. Perumpamaan Yesus gunakan untuk menyingkapkan kebenaran dan juga Ia gunakan untuk menegur perbuatan salah dalam hidup para pendengarnya. Perumpamaan sering bisa membuat kesan yang langgeng jauh lebih efektif dari khotbah biasa. Itulah sebabnya Yesus menggunakannya untuk mengajar orang-orang yang sering datang bertanya mengenai diri-Nya. Robert mengatakan bahwa kurang dari 35 persen pengajaran Yesus itu banyak ditemukan dalam perumpamaan.

Jadi jelaslah bahwa Yesus menggunakan ajaran-Nya dalam bentuk perumpamaan bukan tanpa sebab. Selain karena untuk menggenapi nubuat, perumpamaan dianggap lebih efektif untuk mengajar, bahkan dikatakan lebih efektif dari khotbah-khotbah biasa. Perumpamaan yang Yesus sampaikan memang akan sangat mudah dipahami karena apa yang Ia angkat berbicara mengenai konteks di mana Ia hidup. Semua yang terdapat dalam perumpamaan merupakan kehidupan nyata yang bisa dijumpai di daerah Palestina pada zaman Yesus.

Implikasi

Perumpamaan Yesus mengenai biji sesawi dan ragi ingin menjelaskan bagaimana perluasan dan perkembangan Kerajaan Allah itu. Kerajaan Allah yang semula tidak berarti mampu menembus batas dengan perkembangannya yang pesat. Kerajaan yang diberitakan oleh orang-orang yng tidak terpandang sekalipun ternyata mampu bertahan dan tersebar ke seluruh dunia.

Melalui perumpamaan ini, kita bisa belajar bahwa Tuhan bisa saja memakai orang-orang yang Ia kehendaki untuk bekerja memberitakan Kerajaan Allah. Orang yang tidak berpendidikan maupun orang-orang dari golongan kecil tetapi ketika Tuhan tetapkan sebagai pelayan-Nya, maka Injil Kerajaan bisa diperluas dan berkembang ke seluruh penjuru dunia.

Kepustakaan

Barclay, William. Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Injil Matius Pasal 11-22. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2009.

Brotosudarmo, Dr. R. M. Drie S. Pengantar Perjanjian Baru. Yogyakarta: ANDI, 2017.

Guthrie, Donald. Teologi Perjanjian Baru 2. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2019.

Kistemaker, Simon J. Perumpamaan-Perumpamaan Yesus. Malang: Literatur SAAT, 2014.

———. The Parables: Understanding the Stories Jesus Told. Grand Rapids: Baker, 2002.

Napel, Drs. Henk ten. Jalan Yang Lebih Utama Lagi: Etika Perjanjian Baru. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2006.

Nggadas, Deky Hidnas Yan. Pengantar Praktis Studi Kitab-Kitab Injil. Yogyakarta: ANDI, 2011.

Ryken, Leland. The Word of God in English: Criteria for Exellence in Bible Translation. Wheaton: Crossway, 2002.

Scheunemann, Dr. Rainer. Kingdom of God: Tafsiran Perumpamaan-Perumpamaan Yesus. Yogyakarta: ANDI, 2012.

Stein, Robert H. Prinsip-Prinsip Dasar Dan Praktis Penafsiran Alkitab. Yogyakarta: ANDI, 2019.

Virkler, Henry A., and Karelynne Gerber Ayayo. Hermeneutik: Prinsip-Prinsip Dan Proses Interpretasi Alkitabiah. Yogyakarta: ANDI, 2015.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Teologi Perjanjian Lama

Resensi Buku Teologi PB 1